Sunday 18 August 2013

The Soft Parade (1969) : Menilai Positif Sebuah Kontradiksi


Sebuah review di sputnikmusic.com berkesimpulan "The Doors' fourth album is not the first you'll want to pick up". Tapi itu tidak berlaku pada saya. 

Tidak ingat sejak kapan suara Mr. Morrison menemani di music library saya tapi "The Soft Parade" mempunyai daya tarik tersendiri bagi saya. Entah sadar atau tidak album ini merupakan album The Doors yang saya miliki pertama kali secara fisik. 

Banyak orang mungkin bersebrangan paham dengan saya dan bergabung dengan teori spunikmusic.com. Bagaimana fenomenalnya album debut mereka disusul dengan "Strange Days" sembilan bulan kemudian - dengan artwork cover yang menurut saya one of the best artwork have ever seen - sangat sulit untuk dikalahkan album - album berikutnya. 

"The Soft Parade" dirilis di tahun 1969 di mana nama The Doors sudah digilai jutaan fansnya dan tentunya menjadi hal yang lazim bagi seorang idola di masa puncak karirnya, hidup berantakan ala rock n' roll. Tak perlu diceritakan kembali dua buah konser kontroversial mengawali perjalanan menuju album ini. Gonta-ganti wanita dan bermacam substans mewarnai hidup sang vokalis. Alhasil, proses rekaman untuk album ini menghabiskan waktu 11 bulan.

Sebelas bulan kemudian sembilan buah lagu dijagokan Paul Rothchild untuk menembus pasar dunia.  Sungguh ironi apa yang mereka alami dengan karya yang mereka hasilkan membuat saya gatal untuk berpikir "Apa yang ada di otak mereka, terutama Jim, untuk memasukkan unsur orkestra yang cukup mendominasi?". Orkestra yang begitu identik akan keteraturan di tengah kehidupan yang sudah seperti kapal pecah. Saya tak dapat berhipotesa dan hanya bisa terkesima menikmati hasil karya mereka satu per satu.


"Tell All The People" dibawakan begitu berwibawa dan megah membuat lupa akan sosok arogan Jim Morrison yang dibangun melalui liriknya. Disusul hit single "Touch Me" begitu klimaks dengan outro tiba-tiba "Stronger than dirt". Terasanya dominasi Ray Manzarek yang berkurang digantikan oleh kekuatan magis string Robby Krieger juga merupakan salah satu hal menarik pada album ini. Begitu menanjak sesuai urutan; dari petikan apik nan seksi Krieger pada "Easy Ride", riff "Wild Child" yang membuat Manzarek tunduk, dan "Runnin Blue" yang menampilkan potongan bluegrass memaksa bantuan permainan mandolin oleh Jesse McReynolds di tengah lagu begitu padu dengan orkestra yang indah. "Wishful Sinful" dengan bentangan vokal bariton Jim Morrison mengalun membantu menenangkan pendengar sebelum diserang oleh karya penutup.

Tembang epik berdurasi delapan menit dimulai dengan monolog liar dan isi lirik sureal yang entah apa maksudnya perlu ditanyakan langsung pada mendiang Jim Morrison. Namun bagaimana bagian demi bagian terbangun begitu indah dengan transisi yang menawan membuat saya setuju akan ucapan terbata-bata Jim di tengah lagu "This is the best part of the trip, this is the trip, the, best part, I really like". Sebuah seksi beridiom floral merayap masuk mengakhiri seksi akustik sebelum berjanjut ke vokal rangkap Jim Morrison yang membuat ia layaknya benar-benar sedang memimpin sebuah parade. Kembali mengingatkan akan lirik penegasan track pertama album ini "Follow me down". 

Sebuah album yang tidak seburuk apa kata orang. Banyak fans yang merasa kehilangan identitas The Doors di album ini dan menganggap mereka bukan The Doors. Namun coba sadari inilah mereka dan saya tegaskan inilah sisi lain kreativitas The Doors!

No comments:

Post a Comment