Tuesday 13 August 2013

Jangan Terlalu Naif (2000) : Fenomena Awal Generasi yang Fenomenal




Suasana glamor. Tengah malam. Lelaki berdandan. Selendang berbulu warna ungu.

Ragam visual ini menghiasi layar kaca saban harinya mengganggu tangkapan visual saya yang masih duduk di bangku SD. Terasa menyebalkan tapi apa mau dikata sambil menunggu acara kartun pukul 3 sore, lirik video klip itu dinyanyikan pula. Ternyata bukan hanya saya yang terganggu secara audio maupun visual buktinya teman-teman serta kakak saya sering pula mendendangkan syair "Mengapa aku begini?" ini versi original atau plesetannya. Anda juga kan?

Bisa dibilang munculnya video klip "Posesif" ini merupakan salah satu peristiwa penting sepanjang dekade 2000-an. Selain berhasil mempopulerkan lagunya, video klip kontroversial ini mengorbitkan modelnya yaitu Alm. Avi ke dunia hiburan nusantara. Namun stop dengan prestasi dari single yang satu ini, karena isi album yang mengemasnya pun sungguh menggemaskan untuk dibahas.

Dimulai dari bagaimana seorang Pepeng tertarik untuk melanjutkan cerita dari lagu Piknik '72 single dari album debutnya. Kemasan video klipnya walau tak semeledak "Posesif" namun terbilang menarik. Identitas musiknya yang sangat bermain akan waktu mereka tuangkan pula pada nomor "Si Mesin Waktu". Liriknya terpilih begitu menarik, terasa bagaimana noraknya imajinasi manusia-manusia retro mengenai masa depan. Kenorakan masa-masa lalu pun kembali diberikan Naif melalui "Towal-Towel" dengan aksen dangdut pada album pop ini.

Ada satu nomor yang menurut saya menarik sekali untuk dibahas yaitu "Hai Monas". Selidik punya selidik lagu ini tidak seindah lirik yang dinyanyikan David kala masih tambun. Ya, lagu ini merupakan metafora punggawa-punggawa Naif ini untuk ereksi. Jika dimaknai lebih lagi kata "olah raga" adalah kemasan dari masturbasi. Layaknya lirik musik blues zaman dahulu yang dekat dengan kevulgaran dibelokkan dengan kata-kata indah. Di Indonesia sendiri ada beberapa yang menggunakan metode ini tersebutlah Alm. Harry Roesli dengan "Opera Rock Ken Arok" nya, Iwan Fals dengan "Bento"nya, serta Slank dengan "Poppies Lane Memory"nya. 

Agak berbeda dengan pendahulunya yang menutupi hasrat rebelnya terhadap pemerintah, "Hai Monas" begitu sarat akan humor. Saya melihat di sini terjadi sebuah fenomena yaitu kejenuhan sebuah generasi akan sosok pemerintah. Naif yang personelnya merupakan mahasiswa saat puncak kehancuran Orde Baru, tidak mau membawa carut-marut suasana negara akhir 90-an. Dari lirik mereka mengangkat kenorakan romantisme dan kevulgaran. Dari irama dan penampilan mereka membawa jauh ke tahun 60an dan 70an mengingatkan kembali akan generasi bunga. Dengan mengawali dekade baru, milenium baru, serta pemerintahan yang baru, mereka lebih memikirkan harapan - harapannya ke depan dengan kegembiraan dan rasa humor dan melupakan coreng hitam pada masa mudanya. Tengok pula di sekitarnya mulai bermuculan band serupa seperti P-Project dan Project Pop, Harapan Jaya serta The Panasdalam. (Wah udah kejauhan nih… Untuk fenomena ini akan dibahas lebih lanjut di tulisan-tulisan saya berikutnya)

Mari kembali lagi topik utama, "Jangan Terlalu Naif". Kekuatan Naif di album debut seperti harmonisasi vokal dan backing vokal masih dipertahankan (terasa sangat nikmat di "Selalu") dan akan menjadi kekuatan utama hingga album - album berikutnya. Eksplorasi akan waktu pun terus digarap untuk mencari kebaruan audiovisual karena sudah pada dasarnya mereka masing-masing memiliki skill yang mumpuni yang begitu terasa di nomor instrumental penutup "Naif". Tembang ini sangat enak dinikmati sambil menikmati kolase dari Tonny Tandun & The Satelite Of Love yang menjadi artwork album di awal generasi baru ini.


No comments:

Post a Comment